Siapa yang Reformis, Siapa yang Status Quo di Kongres PSSI ?
Sabtu, 20 Mei 2011 hari dimana organisasi olahraga yang paling kontraversi di Indonesia, yaitu PSSI memilih Ketua Umum. Hari itu bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional, yang diharapkan siapapun yang terpiliha akan membawa kebangkitan PSSI (khususnya Timnas) dari keterpurukan.
Kongres ini sebenarnya sebagai “pengganti” dari kongres PSSI di Pekanbaru yang merupakan agenda dari Pengurus PSSI sebelumnya (NH beserta kroninya). Tapi kongres ini dianggap tidak akan membawa perubahan di tubuh PSSI, issu inilah yang diwacanakan oleh “Kelompok 78″ yang katanya ingin mereformasi PSSI dengan mengusung GT & AP sebagai Ketua & Wakil Ketua PSSI.
Merespon hal ini, maka FIFA mengambil alih PSSI dengan perpanjang tangannya Komite Normalisasi yang diketuai oleh AG. FIFA juga menetapkan NH, GT, AP & semua yang mencalonkan sebagai ketua pada kongres di Pekanbaru tidak diikutkan dalam kongres PSSI versi FIFA.
Melihat fenomena PSSI dengan Komite Normalisasi tentunya membuka keran perubahan, banyak tokoh & bukan tokoh mendaftar sebagai calon Ketua PSSI. Tentunya mereka yang ingin maju sebagai ketua membawa issu REFORMASI PSSI.
Tapi apa yang terjadi sangat disayangkan sekali oleh para pecinta bola, arena Kongres PSSI “dianggap” ricuh oleh Komite Normalisasi sehingga kongres tersebut hasinya NIHIL. Hanya caci makian, tuding menuding yg dipertontonkan oleh para pemagang hak suara.
‘Deadlock’ atau kegagalan menghasilkan putusan, banyak diberitakan oleh media massa karena “Kelompok 78″ (sekali lagi saya tegaskan yang katanya reformis) aspirasinya tidak digubris oleh pimpinan sidang, AG (Ket. Komite Normalisasi) untuk meminta alasan-alasan penolakan FIFA atas pencalan GT & AP.
Saya sebagai orang awam dipersepakbolaan merasa bingung dengan fenomana ini. Yang menjadi pertanyaan, siapakah sebenarnya yang reformis & siapakah sebenarnya yang status quo ???
Kita tak bisa menutup mata, bahwa arena kongres PSSI sudah menjadi pertarungan politik antara 2 partai besar demi yang namanya KEKUASAAN sehingga mengorbankan kepentingan bersama.
Untuk menilai siapa yang reformis siapa yang status quo, saya sebagai pecinta bola diberikan pilihan dengan melihat fenomona-fenomana & issu-issu di media massa yang begitu gencar.
Dalam menilainya itu tentunya ada berbagai pertimbangan, cobalah anda melihat siapa sebenarnya GT (Militer), AP (Pengusaha, pengagas LPI), & kandidat lainnya misalnya AE (Golkar), EA (Pengusaha Muda). Dan mari anda nilai sendiri mengapa tiba-tiba EA mengurungkan niatnya menjadi Ketua, & hanya “meminta” sebagai Wakil.
Satu hal tambahan yang lebih membuat saya sedih (sebagai orang makassar), ketika media massa lokal di Makassar meberitakan ‘deadlock’ terjadi karena IAS yang mempengaruhi peserta-peserta kongres.
Betulkah itu semua ? Silakan anda nilai sendiri. Dan siapa sebenarnya yang reformis & siapa sebenarnya status quo, silakan anda pertimbangkan pilihannya…
Komentar
Posting Komentar
Bagaimana menurut anda?