Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2011

Siapa yang Reformis, Siapa yang Status Quo di Kongres PSSI ?

Gambar
Sabtu, 20 Mei 2011 hari dimana organisasi olahraga yang paling kontraversi di Indonesia, yaitu PSSI memilih Ketua Umum. Hari itu bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional, yang diharapkan siapapun yang terpiliha akan membawa kebangkitan PSSI (khususnya Timnas) dari keterpurukan. Kongres ini sebenarnya sebagai “pengganti” dari kongres PSSI di Pekanbaru yang merupakan agenda dari Pengurus PSSI sebelumnya (NH beserta kroninya). Tapi kongres ini dianggap tidak akan membawa perubahan di tubuh PSSI, issu inilah yang diwacanakan oleh “Kelompok 78″ yang katanya ingin mereformasi PSSI dengan mengusung GT & AP sebagai Ketua & Wakil Ketua PSSI. Merespon hal ini, maka FIFA mengambil alih PSSI dengan perpanjang tangannya Komite Normalisasi yang diketuai oleh AG. FIFA juga menetapkan NH, GT, AP & semua yang mencalonkan sebagai ketua pada kongres di Pekanbaru tidak diikutkan dalam kongres PSSI versi FIFA. Melihat fenomena PSSI dengan Komite Normalisasi tentunya membuka keran perub

Pengulangan Tindak Pidana (Recidive)

A. Pengertian Residive atau pengulangan terjadi apabila seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau “in kracht van gewijsde”, kemudian melakukan tindak pidana lagi. Perbedaannya dengan Concursus Realis ialah pada Residive sudah ada putusan Pengadilan berupa pemidanaan yang telah MKHT sedangkan pada Concursus Realis terdakwa melakukan beberapa perbuatan pidana dan antara perbuatan sang satu dengan yang lain belum ada putrusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Residive merupakan alasan untuk memperberat pidana yang akan dijatuhkan. Dalam ilmu hukum pidana dikenal ada dua sistem residive ini, yaitu : Sistim Residive Umum Menurut sistem ini, setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, merupakan alasan untuk memperberat pidana yang akan dijatuhkan. Jadi tidak ditentukan jenis tindak pidana dan tidak ada daluwarsa dalam resid

Mimpiku Tentang IKA SMANSES Makassar

Salam.... Saya sangat salut dengan opini yg diwacanakan kanda Yudistira Ardhie (smoga beliau mengajukan diri menjadi calonn :D ) mengenai IKA SmanSes. Untuk itu senior-senior yg tampan izinkanlah saya utk sedikit "bermimpi" tentang IKA SmanSes melalui dinding yg mulai panas ini.   Mubes IKA SmanSes yang akan kita selenggarakan pada Juni 2011 adalah momentum bagi reformasi peran organisasi alumni SmanSes Makassar. Untuk melihat kesuksesan IKA SmanSes terletak pada penguatan organisasi & kemampuannya menyinergikan kepentingan anggota & sekolah, dalam skala yg lebih besar tentunya bangsa dan negara. Untuk mencapainya, sejumlah agenda IKA SmanSes periode terbaru perlu dirumuskan.  Pertama, membuat aturan yang jelas & membentuk sturuktur organisasi yang kuat dengan adanya garis koordinasi dengan wadah/organisasi tiap angkatan, tetapi tidak dengan diwajibkannya dibentuk IKA Angkatan. Kedua, mendorong IKA SmanSes menjadi motivator dan fasilitator bagi para alumni

Mengkaji Delik Pencemaran, Pengrusakan Sumber Daya Ikan Serta Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Bahan Terlarang Dalam UU Perikanan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dikenal beberapa jenis delik perikanan, diatur dalam pasal 86 sampai pasal 101. adapun delik perikanan ini terbagi atas, delik pencemaran, pengrusakan sumberdaya ikan serta penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, delik pengelolaan sumberdaya ikan dan delik usaha perikanan tanpa izin. Dalam tulisan ini penulis akan mengkaji delik pencemaran, pengerusakan sumberdaya ikan serta penangkapan ikan dengan menggunakan bahan terlarang. Ketentuan mengenai delik ini diatur dalam pasal 84 sampai pasal 87. Pada pasal 84 ayat (1) rumusannya sebagai berikut: Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat/dan atau cara, dan/atau banguna

Perbarengan (Concursus) Dalam Hukum Pidana

Beberapa Pandangan Ada dua kelompok pandangan mengenai persoalan concursus : Yang memandang sebagai masalah pemberian pidana a.l Hazewinkel- Suringa Yang memandang sebagai bentuk khusus dari tindak pidana a.l : Pompe, Mezger, Moelyatno Pengaturan Didalam KUHP Didalam KUHP diatur dalam pasal 63 s/d 71 yang terdiri dari : Perbarengan peraturan (concursus Idealis) pasal 63. Perbuatan berlanjut (Delictum Continuatum /Voortgezettehandeling) pasal 64. Perbarengan perbuatan (Concursus Realis) pasal 65 s/d 71. A. Pengertian Pada dasarnya yang dimaksud dengan perbarengan adalah terjadi nya dua atau lebih delik oleh satu orang dimana delik yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara delik yang awal dengan delik berikutnya belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Pada pengulangan juga terdapat lebih dari suatu delik yang dilakukan oleh satu orang. Perbedaan pokoknya ialah bahwa pada pengulangan de

UNCAC dan Pidana Mati Tipikor ; Sebuah Dilema

“Bulan haram dengan bulan haram, dan sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada allah beserta orang-orang yang bertawa” (Al-Baqarah ayat 194)” Penggalan ayat diatas menujukkan diakuinya hukuman mati dalam dunia Islam, suatu hal yang kontraversi di dunia hukum karena dianggap tidak sejalan dengan semangat Hak Asasi Manusia, terlebih lagi saat ini adanya wacana penghapusan pidana mati dalam Revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM memiliki alasan soal wacana penghapusan pasal hukuman mati dalam RUU Tipikor. Pasal pidana mati tersebut dianggap menghalangi upaya pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi yang disimpan di luar negeri. Menurut Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar, dalam pasal hukuman mati yang masih ada di dalam UU Tipikor saat ini diangap tidak sejalan dengan undang-undang PBB ten

Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Undang-Undang Perikanan

Melihat berita Dirpolair Polda Sulsel yang pada 25 April lalu mengamankan nelayan asal Sumbawa di tengah perairan Sulawesi, tepatnya kurang lebih 30 mil laut sebelah selatan Pulau Setanger, Kecamatan Likang Tangaa Kabupaten Pangkep karena melakukan aktivitas mencari ikan dengan menggunakan bahan-bahan peledak. Ditengarai bahwa para nelayan yang terbiasa melakukan bahan peledak itu dimanfaatkan oleh orang-orang atau korporasi tertentu untuk menjalankan aksi-aksi pengeboman dengan melibatkan nelayan-nelayan kecil. Pengaturan terhadap korporasi atau badan hukum dalam undang-undang perikanan masih tergolong lemah, meskipun di dalam undang-undang perikanan telah diatur tentang prinsip pertanggungjawaban pidana bagi korporasi, serta pihak yang dapat dibebankan tanggung jawab ketika korporasi melakukan delik, namun menurut hemat penulis, pengaturan tentang prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi dalam undang-undang perikanan masih menimbulkan penafsiran yang bersifat multi-interpretati