Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

Politik Hukum Masa Reformasi

Pada masa reformasi konfigurasi politik di DPR dan MPR tidak berubah, sama dengan konfigurasi politik yang dihasilkan melalui Pemilu 1997, yang tetap didominasi oleh Golkar dan ABRI. Tetapi karena adanya reformasi disertai penggantia n presiden maka merubah sifat lama anggota MPR dan DPR tersebut dan mengikuti tuntutan reformasi antara lain : keterbukaan, demokratisasi, peningkatan perlindungan HAM, pemeberantasan KKN, reformasi sistem politik dan ketatanegaraan, termasuk amanddemen atas UUD 1945. Program kabinet reformasi pembangunan disesuaikan dengan tuntutan masyarakat pada saat itu (realitas sosial). Adapun program kabinet antara lain : Memperbarui peraturan perundang-undangan di bidang politik agar sesuai dengan tuntutan reformasi sehingga pelaksanaan pemilu 1999 dapat berlangsung secara demokratis; Meninjau kembali undang-undang tentang subversi dan merencakan pembentukan peraturan perundang-undangan yang menjamin perlindungan akan HAM, kebebasan mengelua

Politik Hukum Masa Orde Baru

Masa Orde baru dibagi atas dua periode : Masa Permulaan Orde Baru (1966-1971) Masa Orde Baru (1971-1998) 1. Masa Permulaan Orde Baru (1966-1971) Disebutkan masa permulaan Orba, karena pada masa tersebut kekuasaan pemerintahan belum sepenuhnya berada di tangan Orba yang dipimpin oleh Jendral Soeharto. Kekuatan-kekuatan lama yang tidak terlibat G30S/PKI masih diikut sertakan dalam pemerintahan, terutama partai-partaipolitik yang masih mempunyai wakil yang cukup signifikan di DPR GR seperti NU dan PNI Osa-Usep. Dengan demikian segala kebijakan pemerintahan Orba akan mendapat legitamis melalui DPR GR dan juga MPRS, sehingga kesan konstitusional dalam semua kebijakan akan menguat di masyarakat. Pada masa permulaan Orba, penguasa mendapat dukungan yang luas dari masyarakat Indonesia terutama yang anti komunis, organisasi politik yang tidak mendapat tempat pada masa Demokrasi Terpimpin, organisasi kemasyarakatan yang anti komunis, mahasiswa, dll. Semuanya men

Politik Hukum Masa Demokrasi Terpimpin

Masa Demokrasi Terpimpin dimulai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menetapkan UUD 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia, dan tidak berlakunya lagi UU Dasar Sementara. Alasan dikeluarkannya Dekrit Presiden ini adalah bahwa Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya untuk membuat UUD, dan hal yang menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan kesalamatan bangsa. Dengan berlakunya kembali UUD 1945 maka sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem presidensil, dimana presiden yang menjadi Kepala Negara juga menjadi Kepala Ekskutif, dan bertanggungjawab kepada MPR, dan tidak dapat diberhentikan oleh MPR dalam suatu Sidang Istimewa MPR, atas permintaan DPR apabila dianggap telah melanggar GBHN. Dengan sistem Demokrasi Terpimpin, dapat diduga bahwa arah dari pemerintahan yang dibentuk Presiden dalam rangka kembali ke UUD 1945 adalah pemerintahan dan sistem politik yang non demokrasi. Format

Sistem, Format, & Konfigurasi Politik Hukum

A. Sistem Politik Dan Poltik Hukum Konsep sistem politik sering disamakan dengan konsep sistem pemerintahan, tetapi sebenarnya keduanya dapat dibedakan dari kajian ilmu hukum dan ilmu politik. Sistem pemerintahan lebih bersifat yuridis dan biasanya dibahas dari sudut pandang hukum (tata negara) dan lebih menitikberatkan pada aspek lembaga-lembaga negara yang formal saja seperti lembaga ekskutif, legislatif, dan yudikatif. Sedangkan sistem politik menjadi studi tentang ilmu politik dan bukan hanya membahas lembaga-lembaga formal saja yang biasa disebut sebagai “supra struktur” tetapi juga lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti partai politik, grup kepentigan, dll yang biasanya disebut sebagai “infra struktur”. Jadi cakupan sistem poltik lebih luas dari cakupan sistem pemerintahan. Tetapi kedua hal tersebut membahas hubungan dan interaksi antara lembaga-lembaga tersebut dalam melaksanakan fungsinya untuk menghasilkan output dan input agar dapat dicapai tujuan dari sistem itu. Hukum

Hubungan Hukum & Politik

Secara teoritis hubungan hukum dengan poltik/kekuasaan harusnya bersifat fungsional, artinya hubungan ini dilihat dari fungsi-fungsi tertentu yang dijalankan diantara keduanya. Terdapat fungsi timbal balik antara hukum dengan kekuasaan, yaitu kekuasaan memiliki fungsi terhadap hukum, sebaliknya hukum juga memiliki fungsi terhadap kekuasaan. Ada 3 macam fungsi kekuasaan terhadap Hukum : 1. Kekuasaan Merupakan Sarana Membentuk Hukum ( Law Making ) Khususnya pembentukan peraturan perundang-undangan baik di pusat maupun di daerah. Dalam kaitan ini Moh. Mahfud MD mengatakan bahwa hukum merupakan produk hukum di parlemen, sehingga materi muatan hukum merupakan “kompromi” kepentingan-kepentingan politik yang ada. 2. Kekuasaan Merupakan Alat Menegakkan Hukum Penegakan hukum merupakan suatu proses mewujudkan keinginan hukum menjadi kenyataan, yang dimaksud dengan keinginan hukum adalah pikiran badan legislator yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan. Mochtar Kusumaatmaja be

Delik & Pertanggungjawaban Pidana; Mens Rea

Kalau Actus Reus menyangkut perbuatan yang melawan hukum, maka mens rea mencakup unsur-unsur pembuat delik, yaitu sikap batin yang oleh pandangan monistis tentang delik disebut unsur subjektif suatu delik atau keadaan psikis pembuat. Untuk menjatuhkan pidana disyaratkan, bahwa seorang harus melakukan perbuatan aktif atau pasif seperti ditentukan oleh undang-undang pidana, yang melawan hukum, dan tak aanya dasar pembensar serta adanya kesalahan dalam arti luas (yang meliputi kemampuan bertanggungjawab, sengaja atau kelalaian) dan tak adanya dasar pemaaf. Kalau kita telah dapat membedakan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana maka mudalah kita menentukan dipidana atau dibebaskan ataupun dilepaskan dari segala tuntutan pembuat delik. Apabila perbuatan tidak terbukti atau salah satu unsur delik itu tidak terbukti diwujudkan oleh terdakwa, maka putusan hakim seharusnya bebas ( vrispraajk ). Demikianpun halnya apabila perbuatan yang dituduhkan oleh Penuntut Umum tidak