Kajian Sosilogi Hukum
Kajian
terhadap hukum dapat dibedakan ke dalam beberapa pandangan, yaitu :
1. Kajian
Normatif
Kajian
Normatif memandang hukum dalam wujudnya sebagai kaidah, yang menentukan apa
yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Kajian Normatif sifatnya perspektif
yaitu bersifat menentukan apa yang salah dan apa yang benar. Kajian Normatif
terhadap hukum antara lain : Ilmu Hukum Pidana Positif dan Ilmu Hukum Tata
Negara Positif.
Dengan perkataan
lain kajian normative mengkaji law in
books. Kajian normative dunianya adalah des
sollen (apa yang seharusnya). Contohnya Hukum Pidana dalam mengkaji
pencurian, membahas unsure-unsur pencurian yang terkandandung dalam Pasal 362
KUHP yaitu :
- barangsiapa,
- yang mengambil barang orang lain,
- dengan maksud memiliki,
- dengan jalan melawan hukum.
Kalau
perbuatan terdakwa memenuhi semua unsur yang ditentukan dalam Pasal 362 KUHP
maka terdakwa telah terbukti bersalah melakukan pencurian. Sebaliknya, jika salah
satu unsur dalam pasal 362 KHUP tidak terpenuhi, maka si terdakwa dianggap
tidak bersalah karena itu tidak boleh dipidana.
Kajian
normatif juga membahas sanksi pidana yang diancamkan oleh pasal-pasal tersebut.
2. Kajian Filosofis
Kajian
filosofis merupakan kajian yang memandang hukum sebagai seprangkat nilai ideal
yang seyogianya menjadi rujukan dalam setiap pembentukan, pengaturan,
pelaksanaan kaidah hukum. Kajian filosofis sifatnya ideal. Kajian ini
diperankan oleh kajian filsafat hukum. Dengan perkataan lain kajian filosofis
mengkaji law in ideas.
3. Kajian
Empiris
Kajian empiris memandang hukum sebagai
suatu kenyataan, mencakup kenyataan social, kenyataan, kultur, dan lain-lain.
Kajian ini bersifat deskriptif, kajian ini antara lain Sosiologi Hukum, Antrapologi
Hukum, dan Psikologi Hukum. Dengan perkataan lain, kajian empiris mengkaji law in action. Dengan demikian kajian
empiris dunianya adalah das sein (apa
kenyataannya).
Jika kajian empiris-sosiologis dipakai
untuk membahas persoalan pencurian, ia tidak membahas undang-undangnya, ia
tidak pula membaha aspek moral dari persoalan pencurian, melainkan
mempertanyakan bagaimana pencurian dalam kenyatannya. Dari situlah lahirlah
pertanyaan empiris, seperti benarkah semua orang yang melakukan pencurian ditangkap
dan kemudian di lempar ke balik bui; mengapa ada pelaku pencurian yang lolos
dari hukum; kekuatan social apa yang ada di belakangnya; factor-faktor non
hukum apa yang menjadi penyebabnya.
Dari kajian sosiologi hukum ini bahkan
telah muncul sub-sub kajian lain seperti; Hukum dan Masyarakat, Hukum dan
Pembangunan, serta Hukum dan Politik.
Kajian
Normatif memandang hukum dalam wujudnya sebagai kaidah, yang menentukan apa
yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Kajian Normatif sifatnya perspektif
yaitu bersifat menentukan apa yang salah dan apa yang benar. Kajian Normatif
terhadap hukum antara lain : Ilmu Hukum Pidana Positif dan Ilmu Hukum Tata
Negara Positif.
Perbandingan dua model pendekatan hukum
Aspek
|
Hukum Positivis analitis
(Jurisprudential)
|
Model Sosiologis
|
Fokus
|
Peraturan
|
Struktur Sosial
|
Proses
|
Logika
|
Perilaku (behavior)
|
Lingkup
|
Universal
|
Variabel
|
Perspektif
|
Pelaku (Participant)
|
Pengamat (Observer)
|
Tujuan
|
Praktis
|
Ilmiah
|
Sasaran
|
Keputusan (Decission)
|
Penjelasan (Expalanation)
|
Sumber : Donald Black. Sociological Justice, 1989 : 21.
I. KAJIAN
SOSIOLOGI HUKUM
Istilah Sosiologi
hukum di Eropa Daratan adalah terjemahan dari istilah sociology of law yang
pertama kali diperkenalkan oleh Roscoe Pound. Sementara di
Amerika diperkenalkan pula suatu istilah sociological jurisprudence
yang diterjemahkan sebagai sosiologi jurisprudenesi dan terkadang
diIndonesia dimaksudkan pula sebagai sosiologi hukum.
Sociology
of Law dan Sociological
Jurisprudence meskipun terkadang keudanya diterjemahkan sebagai
sosiologi hukum, namun keduanya sangat berbeda. Sociology of law adalah tumbuh
di Eropa Daratan dan merupakan cabang sosiologi yang berusaha memahamai hukum
sebagai lembaga sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat di mana
hukum itu berada. Sementara Sciological Jurisprudence adalah tumbuh di
Amerika Serikat dan merupakan cabang dari ilmu hukum yang mencoba menelaah
masalah praktis atau pelaksanaan ketertiban hukum dalam masyarakat.
Menurut Satjipto
Rahardjo Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum bukan dalam
bentuk pasal undang-undang, melainkan hukum yang dijalankan sehari-harinya atau
tanmpak kenyataannya.
Menurut Soerjono
Soekanto Sosiolgi hukum merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang antara
lain meneliti mengapa manusia patuh pada hukum dan mengapa dia gagal untuk
mentaati hukum tersebut, serta faktor-faktor social lain yang mempengaruhinya.
Sedangkan
menurut Achmad Ali Kajian Sosiologi HUkum adalah suatu kajian yang objeknya
adalah fenomena hukum, tetapi menggunakan optik ilmu sosial dan teori-teori
sosiologi, sehingga sering disalah tafsirkan bukan hanya kalangan non hukum,
tetapi juga kalangan hukum sendiri. Yang
pasti pendekatan sosiologi hukum berbeda dengan pendekatan yang digunakan dalam
hukum pidana, hukum perdata, hukum acara, dll. Persamannya hanyalah baik ilmu
hukum maupun sosiologi hukum, objeknya adalah hukum, tetapi menggunakan
pendekatan yang berbeda.
Ilmu
Hukum normatif, menekankan kajian pada law
in books, hukum sebagaimana seharusnya, dank arena itu berada dalam dunia sollen.
Sebaliknya Sosiologi Hukum menekankan pada kajian law in actions, hukum dalam kenyatannya, hukum sebagai tingkah laku
manusia, yang berarti di dunia sein.
Sosiologi Hukum menggunakan pendekatan empiris yang bersifat dskriptif
sedangkan ilmu hukum menggunkan pendekatan normatif yang bersifat perspektif.
Sosiologi
hukum menempatkan hukum sebagai objeknya, tetapi dengan meneropong dari luar
hukum dengan menggunakan konsep-konsep berbagai ilmu sosial. Jadi hukum bagi
penganut empiris dipandang bukan sekadar sebagai sesuatu yang logis saja,
melainkan yang lebih penting lagi hukum merupakan sesuatu yang dialami secara
nyata dalam kehidupan.
Sosiologi hukum
memperkenalkan banyak faktor-faktor non hukum yang mempengaruhi perilaku hukum
tentang bagaimana mereka membentuk dan melaksanakan hukum. Dalam hal ini
sosiologi hukum menekankan pada penerapan hukum secara wajar atau patut, yaitu
memahami aturan hukum sebagai penuntun umum bagi hakim, yang menuntun hakim
menghasilkan putusan yang adil, di mana hakim diberi kebebasan dalam
menjatuhkan putusan terhadap setiap kasus yang diajukan kepadanya, sehingga
hakim dapat menyelaraskan antara kebutuhan keadilan antara para pihak atau
terdakwa dengan alasan umum dari warga masyarakat.
Menurut
Baumgartner (Dennis Patterson, 1999: 406):
“Sociology
is the scientific study of social life, and the sociology of law is accordingly
the scientific study of legal behavior. Its mission is to predict and explain
legal variation of every kind, including variation in what is defined as
illegal, how cases enter legal system, and how cases are resolved”.
Sosiologi hukum
adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial. Salah satu misi sosiologi hukum
adalah memprediksi dan menjelaskan berbagai fenomena hukum, antara lain
bagaimana suatu kasus memasuki sistem hukum, dan bagaimana penyelesaiannya.
Sosiologi hukum menggunakan fakta-fakta tentang lingkungan sosial di mana hukum
itu berlaku. Kajian ini bekerja untuk menemukan prinsip-prinsip sosial yang
mengatur bagaimana hukum bekerja secara konrit di dalam praktik. Sekalipun
demikian, sosiologi hukum tidak memberikan penilaian terhadap fakta-fakta hukum
yang ada akan tetapi menjelaskan bagaimana fakta-fakta hukum itu sesungguhnya terjadi
dan apa penyebabnya. Sebagaimana penegasan Baumgartner (Dennis Patterson,
1999: 414):
“As
a scientific enterprise, the sociology of law is not in a potition to pass
judgment on the facts it uncovers. Those facts, however, often possess great
moral relevance for participants and critics of a legal system”.
Pandangan
sosiologi hukum pada dasarnya adalah hukum hanya salah satu dari banyak sistem
sosial dan sistem-sistem sosial lain yang juga ada di dalam masyarakatlah yang
banyak memberi arti dan pengaruh terhadap hukum. Dengan menggunakan pandangan
yang sosiologis terhadap hukum, maka akan menghilangkan kecenderungan untuk
selalu mengidentikkan hukum sebagai undang-undang belaka, seperti yang dianut
oleh kalangan positivis atau legalistik.
Titik tolak sosiologi
hukum sebagaimana dinyatakan oleh Lawrence M. Friedman (1975: vii), beranjak
dari asumsi dasar:
“The
people who make, apply, or use the law are human beings. Their behavior is
social behavior. Yet, the study of law has proceeded in relative isolation from
other studies sciences”.
Asumsi dasar yang
menganggap bahwa orang yang membuat, menerapkan dan menggunakan hukum adalah
manusia. Perilaku mereka adalah perilaku sosial. Inilah yang perlu dipahami
bahwa hukum bertujuan untuk manusia dan bukan hukum bertujuan untuk hukum.
Dalam kajian
sosiologi hukum, eksistensi pengadilan tidak mungkin netral atau otonom.
Bagaimanapun setiap pengadilan yang berada pada suatu negara, sangat wajar jika
memiliki keberpihakan pada ideologi dan “political will” negaranya. Oleh
karenanya, adalah tidak aneh bagi sosiologi hukum jika pengadilan menjadi ӊlat
politik”, sebagaimana yang dinyatakan oleh Curzon (1979: 19):
“…the
core of political jurisprudence is a vision of the courts as political agencies
and judges as political actors…”
Oleh karena itu,
sosiologi hukum bukanlah sosiologi ditambah hukum, sehingga pakar sosiologi
hukum adalah seorang juris dan bukan seorang sosiolog. Tidak lain karena
seorang sosiolog hukum pertama-tama harus mampu membaca, mengenal dan memahami,
berbagai fenomena hukum sebagai objek kajiannya. Setelah itu, ia tidak
menggunakan pendekatan ilmu hukum (dogmatik) untuk mengkaji dan menganalisis
fenomena hukum tadi, melainkan ia melepaskan diri ke luar dan menggunakan
pendekatan ilmu-ilmu sosial (Achmad Ali, 1998: 18).
II. OBJEK
UTAMA SOSIOLOGI HUKUM
Menurut Achmad Ali (1998: 19-32) yang
menjadi obyek utama kajian sosiologi hukum, sebagai berikut:
- Menurut istilah Donald Black (1976: 2-4) dalam mengkaji hukum sebagai Government Social Control, sosiologi hukum mengkaji hukum sebagai perangkat kaidah khusus yang berlaku serta dibutuhkan guna menegakkan ketertiban dalam suatu kehidupan masyarakat. Hukum dipandang sebagai rujukan yang akan digunakan oleh pemerintah dalam hal, melakukan pengendalian terhadap perilaku warga masyarakat.
- Persoalan pengendalian sosial tersebut oleh sosiologi hukum dikaji dalam kaitannya dengan sosialisasi yaitu proses dalam pembentukan masyarakat. Sebagai makhluk sosial yang menyadari eksistensi sebagai kaidah sosial yang ada dalam masyarakatnya, yang meliputi kaidah moral, agama, dan kaidah sosial lainnya. Dengan kesadaran tersebut diharapkan warga masyarakat menaatinya, berkaitan dengan itu maka tampaklah bahwa sosiologi hukum, cenderung memandang sosialisasi sebagai suatu proses yang mendahului dan menjadi pra kondisi sehingga memungkinkan pengendalian sosial dilaksanakan secara efektif.
- Obyek utama sosiologi hukum lainnya adalah stratifikasi. Stratifikasi sebagai obyek yang membahas sosiologi hukum bukanalah stratifikasi hukum seperti yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dengan teori grundnormnya, melainkan stratifikasi yang dikemukakan dalam suatu sistem kemasyarakatan. Dalam hal ini dapat dibahas bagaimana dampak adanya strstifikasi sosial terhadap hukum dan pelaksana hukum.
- Obyek utama lain dari kajian sosiologi hukum adalah pembahasan tentang perubahan, dalam hal ini mencakup perubahan hukum dan perubahan masyarakat serta hubungan timbal balik di antara keduanya. Salah satu persepsi penting dalam kajian sosiologi hukum adalah bahwa perubahan yang terjadi dalam masayarakat dapat direkayasa, dalam arti direncanakan terlebih dahulu oleh pemerintah dengan menggunakan perangkat hukum sebagai alatnya.
Berdasarkan fenomena yang telah
diuraikan di atas maka lahirlah konsep law as a tool of social engineering yang berati bahwa hukum
sebagai alat untuk mengubah secara sadar masyarakat atau hukum sebagai alat
rekayasa sosial. Oleh karena itu, dalam upaya menggunakan hukum sebagai
alat rekayasa sosial diupayakan pengoptimalan efektifitas hukumpun menjadi
salah satu topik bahasan sosiologi hukum (Achmad Ali, 1998: 98-103).
Jadi fungsi hukum itu pasif, yaitu
mempertahankan status quo sebagai a tool of social control (mengontrol pemikiran dan
langkah-langkah kita agar kita selalu terpelihara tidak melakukan perbuatan
yang melanggar hukum) dan sebagai as a tool of justification
(sebagai alat untuk mengecek benar tidaknya sesuatu tingkah laku Dengan
diketahuinya ciri-ciri kebenaran yang dikehendaki oleh hukum, maka dengan cepatlah
mudah terlihat apabila ada sesuatu perbuatan yang menyimpang dari kebenaran
itu). Sebaliknya hukum pun dapat berfungsi aktif sebagai a tool of
social engineering. Oleh karena itu, penggunaan hukum sebagai
alat rekayasa sosial didominasi oleh kekuasaan negara. Apabila kajian sosiologi
hukum tentang bagaimana fungsi hukum, sebagai alat pengendalian sosial lebih
banyak mengacu pada konsep-konsep antropologis, sebaliknya kajian sosiologi
hukum tentang fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial lebih banyak mengacu
pada konsep ilmu politik dan pemerintah.
Roscoe Pound sebagai pencetus
konsep law
as of tool of social engereering, memandang bahwa problem
utama yang menjadi perhatian utama bagi para sosiolog hukum adalah untuk
memungkinkan dan untuk mendorong pembuatan hukum, dan juga menafsirkan dan
menerapkan aturan-aturan hukum, serta untuk membuat lebih berharganya
fakta-fakta sosial di mana hukum harus berjalan dan di mana hukum itu
diterapkan (Achmad Ali, 1998: 14). Roscoe Pound memang harus diakui sebagai
kekuatan pemikiran baru yang mencoba mengonsepsikan ulang bagaimana hukum dan
fungsi hukum harus dipahami. Roscoe Pound merupakan ilmuan hukum yang terbilang
orang pertama yang berani menganjurkan agar ilmu pengetahuan sosial didayagunakan
demi kemajuan teori-teori yang diperbaharui dan dibangun dalam ilmu hukum
(Soetandyo Wignjosoebroto, 2002: 71).
- Hukum sebagai alat perubahan sosial (as a tool of social engeneering), artinya hukum berfungsi menciptakan kondisi sosial yang baru, yaitu dengan peraturan-peraturan hukum yang diciptakan dan dilaksanakan, terjadilah social engineering, terjadilah perubahan sosial dari keadaan hidup yang serba terbatas menuju ke kehidupan, hidup yang sejahtera atau keadaan hidup yang lebih baik.
- Hukum sebagai alat mengecek benar tidaknya tingkah laku (as a tool of justification). yakni sebagai alat untuk mengecek benar tidaknya sesuatu tingkah laku Dengan diketahuinya ciri-ciri kebenaran yang dikehendaki oleh hukum, maka dengan cepatlah mudah terlihat apabila ada sesuatu perbuatan yang menyimpang dari kebenaran itu.
- Hukum sebagai kontrol sosial (as a tool of social control) yaitu mengontrol pemikiran dan langkah-langkah kita agar kita selalu terpelihara tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
III. KARAKTERISTIK
PENDEKATAN SOSIOLOGI HUKUM
Karakteristik
kajian atau studi hukum secara sosiologis menurut Satjipto Rahardjo (1986:
310-311), yaitu:
- Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari fenomena hukum yang bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktik-praktik hukum. Sosiologi hukum menjelaskan mengapa dan bagaimana praktik-praktik hukum itu terjadi, sebab-sebabnya, faktor-faktor yang berpengaruh, latar belakang dan sebagainya.
- Sosiologi hukum senantiasa menguji kesahihan empiris (empirical validity) dari suatu peraturan atau pernyataan hukum. Bagaimana kenyataannya peraturan itu, apakah sesuai dengan bunyi atau teks dari peraturan itu.
- Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang menaati hukum dan yang menyimpang dari hukum sama-sama merupakan objek pengamatan yang setaraf. Sosiologi hukum tidak menilai antara satu dengan yang lain, perhatian yang utama dari sosiologi hukum hanyalah pada memberikan penjelasan atau gambaran terhadap objek yang dipelajarinya.
Selanjutnya
Satjipto Rahardjo (1979: 19) menambahkan bahwa untuk memahami permasalahan yang
dikemukakan dalam kitab ujian ini dengan seksama, orang hanya dapat melakukan
melalui pemanfaatan teori sosial mengenai hukum. Teori ini bertujuan untuk
memberikan penjelasan mengenai hukum dengan mengarahkan pengkajiannya keluar
dari sistem hukum. Kehadiran hukum di tengah-tengah masyarakat, baik itu
menyangkut soal penyusunan sistemnya, memilih konsep-konsep serta
pengertian-pengertian, menentukan subjek-subjek yang diaturnya, maupun soal
bekerjanya dengan tertib sosial yang lebih luas. Apabila disini boleh dipakai
istilah ‘sebab-sebab sosial’, maka sebab-sebab yang demikian itu hendak
ditemukan baik dalam kekuatan-kekuatan budaya, politik, ekonomi atau
sebab-sebab sosial yang lain.
Menurut pendapat Max Weber (Gerald Turkel,
1996: 10):
“…these three
approaches are (1) a moral approach to law, (2) an approach from standpoint of
jurisprudence, and (3) a sociologycal approach to law. Each of these approaches
has a distinct focus on the relations among law and society and ways in which
law should be studied”.
Pendekatan
moral terhadap hukum menegaskan bahwa hukum adalah berakar pada
kepercayaan-kepercayaan tentang karakter alami manusia (the nature of human
being) dan juga berdasarkan pada kepercayaan tentang apa yang benar dan apa
yang tidak benar. Perhatian terhadap hukum adalah terfokus pada tuntutan bahwa
hukum harus mengekspresikan suatu moralitas umum (a common morality)
yang didasarkan pada suatu konsensus tentang apa yang secara moral dianggap
salah dan benar.
Pendekatan
ilmu hukum berpandangan bahwa hukum seharusnya otonom. Selanjutnya legitimasi
dari pendekatan hukum seharusnya bersandar pada kapasitasnya untuk
membangkitkan suatu perangkat hukum yang bertalian secara logis (kohern)
yang dapat diaplikasikan baik terhadap tindakan-tindakan individual ataupun
terhadap kasus-kasus, yang dapat menimbulkan hal yang bersifat ambiguitas
(bermakna ganda).
Baik
pada pendekatan moral terhadap hukum maupun pendekatan ilmu hukum terhadap
hukum, keduanya mempunyai kaitan dengan bagaimana norma-norma hukum
membuat tindakan-tindakan bermakna dan tertib. Pendekatan moral mencakupi hukum
dalam suatu arti yang mempunyai makna luas melalui pertalian konstruksi hukum
dan kepercayaan-kepercayaan serta asas yang mendasarinya dijadikan sebagai
sumber hukum.
Pendekatan
ilmu hukum mencoba untuk menentukan konsep-konsep hukum dan hubungannya
yang independen dengan asas-asas dan nilai-nilai non hukum. Kedua pendekatan
ini meskipun memiliki perbedaan meskipun keduanya memfokuskan secara besar
pada kandungan dan makna hukumnya.
Pendekatan
sosiologi hukum juga mengenai hubungan hukum dengan moral dan logika
internal hukum. Fokus utama pendekatan sosiologi hukum menurut Gerald Turkel
(Achmad Ali, 1998: 34) adalah:
- Pengaruh Hukum terhadap perilaku sosial.
- Pada kepercayaan-kepercayaan yang dianut oleh masyarakat dalam “the sosial world” mereka.
- Pada organisasi sosial dan perkembangan sosial serta pranata hukum.
- Tentang bagaimana hukum itu dibuat.
- Tentang kondisi-kondisi sosial yang menimbulkan hukum”.
Apabila
kita membuat konstruksi hukum dan membuat kebijakan-kebijakan untuk merealisir
tujuan-tujuannya, maka merupakan suatu hal yang esensial bahwa kita mempunyai
pengetahuan empiris tentang akibat yang dapat ditimbulkan dengan berlakunya
undang-undang atau kebijakan-kebijakan tertentu terhadap perilaku
masyarakat. Sesuai dengan pendekatan sosiologis harus dipelajari undang-undang
dan hukum itu, tidak hanya berkaitan dengan maksud dan tujuan moral etikanya
dan juga tidak hanya yang berkaitan dengan substansinya, akan tetapi yang harus
kita pelajari adalah yang berkaitan dengan bagaimana undang-undang itu
diterapkan dalam praktik.
Curzon (1979: 139) menjelaskan:
“The term
‘legal sociology’ has been used in some texts to refer to a spesific study of
situations in which the rules of law operate, and of behavior resulting from
the operation of those rules”.
Komentar
Posting Komentar
Bagaimana menurut anda?