Denny Indrayana Kembali Offside

Profesor hukum tata negara ini kembali off side untuk kesekian kalinya, pada hari sabtu (18/8) melalui sosial media twitter si Profesor Hukum Tata Negara ini berkicau tentang Advokat Koruptor. Entah untuk siapa kicauan tersebut, tapi kicauannya itu sempat menjadi twetwar dengan “mantan rekan sejawatnya” yang juga seorang pengacara, Profesor Yusril Izha Mahendra.

Selain kicauannya tentang Advokat Koruptor, sebelumnya Denny Indrayana telah beberapa kali off side dengan beberapa tindakanya yang kontroversial. Berikat daftar offside sang Profesor hukum tata negara ini :

1. Terusir dari Ruang Rapat Kerja Menteri Hukum dan HAM dengan Komisi III DPR

Peristiwa ini terjadi pada awal bulan Desember 2011, kedua belah pihak (Menteri Hukum dan HAM dengan Komisi III DPR) berdebat keras ihwal pengetatan remisi terhadap narapidana korupsi dan terorisme.

Peristiwa itu bermula dari protes Aziz Syamsuddin (Wakil Ketua Komisi III) terkait pengetatan remisi bagi napi koruptor. Aziz meminta penjelasan mengenai kebijakan tersebut. Dia juga menyinggung mengenai gagal bebasnya politikus Golkar Pazkah Suzetta. Saat Aziz berbicara terlihat Denny Indrayana yang merupakan Wakil Menteri Hukum dan HAM berbisik-bisik dengan Menkum HAM Amir Syamsuddin. Aziz pun tersinggung karena merasa diabaikan.

“Hei! saudara Wamen jangan bisik-bisik!,” tegas Aziz dengan nada tinggi saat menyampaikan tegurannya sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR di gedung DPR, Senayan, Jakarta. Dengan wajah pucat si Profesor terlihat tegang dan menghentikan bisik-bisiknya untuk kemudian menyimak kalimat demi kalimat dari Aziz Syamsuddin. “Saya tidak akan mengizinkan anda berbicara di sini!,” terangnya. Denny yang sudah terdiam mengaku tak bisa terima teguran Aziz. Aziz menanggapi dengan santai dan mempersilakan Denny keluar ruangan. “Kalau anda tidak suka, silakan keluar! saya mau minta penjelasan dari Menkum HAM, bukan anda, anda sudah contempt of parliament!," tegas Aziz. (sumber: online).

Jika kita melihat latar belakang kasusnya mengenai pengetatan remisi bagi napi koruptor, hal itu adalah suatu yang progresif dalam dunia hukum, tapi ketika melihat apa yang terjadi dalam ruang rapat tentunya itu adalah suatu hal yang buruk. Itulah offside pertama sang profesor hukum tata negara.

2. Diduga Tampar Sipir Penjara di LP Pekanbaru

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam lembaga-lembaga pemasyarakatan telah banyak terjadi peredaran narkoba. Denny Indrayana sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM tentunya mencoba melakukan pembersihan di dalam institusinya sendiri. Pada dini hari tanggal 2 April 2012, Wamen daidampingi pejabat Badan Narkotika Nasional mendatangi LP Pekanbaru untuk melakuka Sidak.

Sekitar Pukul 02.30 WIB, pintu utama digedor-gedor yang kedengarannya dilakukan oleh beberapa orang secara bersamaan. Petugas membuka lubang intai dan melihat beberapa orang menggunakan penutup muka (Zebo) dan bersenjata serta berteriak, "Ini Wamen, Ini Wamen!" Sekitar 5 menit, petugas pemasyarakatan berdiskusi dan meyakini bahwa yang datang adalah Wamen, kemudian pintu utama dibuka. Setelah dibuka, Wamen masuk dan langsung menampar komandan P2U, Darso Sihombing sambil mengatakan, "Kok lama betul baru dibuka? Apa kerjaannya?" Sehabis ditampar, Darso ditendang oleh seorang yang diduga ajudan Wamen sampai terpental ke belakang yang mengakibatkan tangan kanan Darso terluka. (Sumber: Online).

Namun semua berita penamparan ini dibantah keras oleh Denny Indrayana. Tetapi kita angkat topi dengan Denny Indrayana karena telah menerobos aturan mengenai prosedur sidak yang dilakukan, dalam aturannya sidak dilakukan dengan menyertakan petugas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan menyertakan perwakilan dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.

Namun terlepas dari semua isu penamparan itu, hal menarik yang patut dicermati mengapa Menteri Hukum dan HAM secara tiba-tiba dan secara sepihak MoU dengan BNN tentang Pemberantasan Narkotika dibekukan ? dan mengapa pula isu utama tentang pemberantasan Narkoba di Lapas yang tidak terekspos di media ? yang diberitakan hanyalah masalah penamparan, dan isu penamparan langsung menggelinding menjadi isu politik ?

Ini semua kembali karena offside kedua sang Profesor. Saya yakin saat itu para Mafia Narkoba tertawa lepas dan bertepuk tangan semua.

3. Kicauan Pengacara Koruptor

Kicauan sang profesor ini entah kepada siapa ia tujukan, Tweet yang berisi pernyataan "Advokat koruptor adalah koruptor," itu tentunya membuat sejumlah advokat berang, termasuk advokat senior OC. Kaligis yang telah melaporkan kicauan sang prof ini.

Ada empat kicauan Denny dalam akunnya @DennyIndrayana dalam kurun waktu pukul 09.00 sampai pukul 10.30 WIB. Kicauan awalnya bertuliskan: "Saya pernah advokat, menolak klien kasus korupsi. Sudah sewajibnya #Advokat Koruptor adalah Koruptor. Penerima bayaran dari hasil Korupsi#" Setelah twit pertama itu, Denny lalu membuat komentar susulan: "Banyak kok advokat hebat yang menolak kasus korupsi. #Advokat Koruptor adalah Koruptor. Penerima bayaran dari hasil Korupsi#"
Pada twit yang ketiga, dia menyatakan: "TSK korupsi sudah dapat diduga salahnya dari pilihan figur advokatnya #Advokat Koruptor adalah Koruptor. Penerima bayaran dari hasil Korupsi#" Lalu, keempat: "Tidak sulit identifikasi advokat kotor yang hanya jagoan bayar hakim #Advokat Koruptor adalah Koruptor. Penerima bayaran dari hasil Korupsi#"

Jika dihubungkan Denny Indrayana yang merupakan seorang Guru Besar Hukum Tata Negara dan juga seorang Wwakil Menteri Hukum dan HAM yang berkicau melalui tweet-nya tentang Advokat Korup tentunya hal itu sangat menyesatkan. Orang hukum pastinya semua sudah mengetahui bahwa dalam sistem hukum kita, kedudukan polisi, jaksa, hakim, advokat, dan lembaga pemasyarakatan adalah sebagai aparatur hukum. Advokat itu penegak hukum, sama seperti polisi, jaksa, dan petugas pemasyarakatan. Semua unsur itu membentuk sistem peradilan pidana. Tugas polisi adalah menyidik, jaksa menuntut, hakim mengadili, dan advokat mendampingi orang yang didakwa. Semua unsur penegak hukum ini mutlak diperlukan supaya ada keseimbangan dalam sistem hukum. Tanpa advokat, maka proses peradilan akan timpang karena orang yang lemah dan tersangka akan bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh aparat negara. Dan advokat dalam mendapingi kelainnya memegang teguh asas praduga tak bersalah, hal ini dipertegas pula dalam aturan bahwa seorang advokat wajib membela orang kecuali tidak sesuai hati nuraninya.

Kebebasan berekspresi memang ada dalam sosial media, itu pula dilindungi dalam UU Informasi dan Telekomunikasi, tapi berekspresi tanpa melihat kedudukan atau jabatan sama saja dengan nol. Mengapa Wamen tidak melakukan langkah-langkah yang konstruktif, milsanya dengan membuat aturan wajib lapor bagi pengacara kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan agar tak terjebak duit koruptor.

Isu Advokat Koruptor dalam berapa hari ini semakin memanas seiring laporan OC. Kaligis terhadap Denny Indrayana, tentunya dengan laporan itu isu-isu hukum yang lain akan tenggelam. Belum lagi melihat posisi Denny Indrayana sebagai seorang wamen.

Dalam laporannya O.C.Kaligis melaporkan Denny Indrayana telah melannggar Pasal 310, 311 dan 315 KUHP juncto pasal 22 dan 23 UU no 11 tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik. Semunya tentang pencemaran nama baik, namun menurut saya apakah kicauan Denny Indrayana ini perlu dilapor sampai ke polisi, dalam kode etik advokat yang diutamakan adalah damai. Mengapa jalur ini yang tidak ditempuh ?

Ini semua kembali karena offside ketiga sang Profesor dalam beropini.

S.Maronie  / 26 Agustus 2012 / 1.33am / @DjoksayHome

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Kontrol (Kriminologi)

Teori Subculture (Kriminologi)

Peradaban Islam Masa Daulah Utsmani