Analisis Hukum Kewenangan Pengawas Perikanan Kabupaten/Kota SehubunganDengan Terbitnya UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Pengawasan sumber daya perikanan merupakan bagian integral dari pengelolaan sumber daya perikanan, untuk memastikan ketaatan hukum dalam pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia maka dibutuhkan pengawasan perikanan yang dilakukan oleh Pengawas Perikanan yang mempunyai tugas mengawai tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, hal ini berdasarkan Pasal 66 UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Untuk mendukung pelaksanaan pengawasan sumber daya perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 14 April 2014 telah menetapkan instrumen hukum bagi Pengawas Perikanan berupa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17/PERMEN- KP/2014 tentang Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan.

Pengawas Perikanan terdiri dari PNS pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi (DKP Provinsi), Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota (DKP Kabupaten/Kota) hal ini berdasarkan pasal 4 Permen KP No. 17 Tahun 2014. Untuk pengangkatan dan pemberhentian Pengawas Perikanan yang berasal dari pemerintah daerah atau kabupaten/kota dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Perikanan (Dirjen PSDKP) berdasarkan usulan dari Kepala DKP Provinsi dan DKP Kabupaten/Kota hal ini sesuai dengan pasal 6. 

Selanjutnya Peraturan Menteri tersebut juga mengatur kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan mengangkat dan memberhentikan Pengawas Perikanan, yang pelaksanaannya didelegasikan kepada Dirjen PSDKP. Adapun syarat seseorang dapat diangkat sebagai Pengawas Perikanan meliputi PNS yang bekerja di bidang perikanan dengan pangkat paling rendah Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b, telah mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengawas Perikanan yang dibuktikan dengan sertifikat dan sehat jasmani dan rohani. Sedangkan, pemberhentian Pengawas Perikanan dilakukan apabila Pengawas Perikanan telah dialihtugaskan dari bidang pe ngawasan perikanan, mengundurkan diri sebagai Pengawas Perikanan, tidak cakap dalam menjalankan tugasnya, menyalahgunakan wewenang dalam menjalankan tugas dan fungsinya, telah ditetapkan menjadi terdakwa, berhalangan tetap, atau diberhentikan dari PNS.

Dalam Pasal 9 diatur mengenai wilayah tugas Pengawas Perikanan, yaitu di :

  1. WPP-RI;
  2. kapal perikanan;
  3. pelabuhan perikanan dan/atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk;
  4. pelabuhan tangkahan;
  5. sentra kegiatan perikanan;
  6. area pembinahan ikan;
  7. area pembenihan ikan;
  8. area pembudidayaan ikan;
  9. UPI; dan/atau
  10. kawasan konservasi perikanan

Apabila dalam pelaksanaan pengawasan perikanan ditemukan atau patut diduga adanya tindak pidana perikanan atau patut diduga adanya tindak pidana perikanan dan adanya bukti permulaan yang cukup, Pengawas Perikanan wajib menindaklanjuti dengan menyerahkan kepada Penyidik di bidang perikanan untuk diproses lebih lanjut.

Dalam Pasal 10 diatur mengenai pelaksanaan tugas Pengawas Perikanan di WPP RI sebagaimana dalam Pasal 9 huruf a, dilakukan terhadap: penangkapan ikan,pembudidayaan ikan dan pembenihan ikan, pengangkutan dan distribusi keluar masuk ikan, perlindungan jenis ikan, terjadinya pencemaran akibat perbuatan manusia, pemanfaatan plasma nutfah, penelitian dan pengembangan perikanan. Untuk pelaksanaan tugasnya Pengawas Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan patroli pengawasan dan pemantauan pergerakan kapal perikanan.

Kewenangan wilayah tugas untuk Pengawas Perikanan yang berasal dari DKP Provinsi dan DKP Kabupaten/Kota, pada masa berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 diatur dalam Pasal 18 yang menentukan wilayah tugas Pengawas Perikanan DKP Provinsi yaitu 12 Mil laut dari garis pantai sedangkan DKP Kabupaten/Kota 1/3 Mil laut atau 4 Mil laut dari wilayah provinsi.

Dengan adanya kewenangan Pengawas Perikanan Kabupaten/Kota anggaran pengawasan dari KKP kepada pemerintah kabupaten/kota dapat langsung disalurkan melalui pemerintah provinsi, demikian halnya juga dalam hal pendukung pengawasan perikanan berupa speedboat dan barang invetaris pengawas lainnya.

Setelah UU Nomor 32 Tahun 2004 tidak berlaku dan digantikan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdapat polemik khususnya, di sini membahas kewenangan pemerintah kabupaten/kota atas urusan bidang kelautan dan perikanan. Lebih khusus lagi karena kewenangan pengelolaan sumberdaya laut akan ada di propinsi. Bahwa ini akan berimbas pada pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan yang notabene sebelumya dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota untuk jarak 4 mil laut.

Dalam Pasal 27 UU No. 32 Tahun 2014 sama sekali tidak tetulis kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam hal mengelola sumber daya alam di laut, yang ada hanyalah kewenangan pemerintah provisi dalam hal eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di luar minyak dan gas bumi, pengaturan administratif, pengaturan tata ruang, ikut serta dalam memelihara keamanan di laut dan ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negara.

Kewenangan pemerintah kabupaten/kota hanyalah dalam hal pembagian bagi hasil yang ada dalam Pasal 14 UU No. 23 Tahun 2014 menyangkut masalah perikanan tangkap yang terdiri dari pemberdayaan nelayan kecil, dan pengelolaan penyelenggaran tempat pelelangan ikan. Dan juga menyagkut perikanan budidaya yang terdiri dari penerbitan IUP, pemberdayaan usaha kecil pembudidayaan ikan dan pengelolaan ikan.

Dengan adanya perubahan aturan ini, ada kekhawatiran program yang disusun pemkab atau pemkot tidak diakomodir. Apalagi turunan berupa peraturan pemerintah hingga saat ini belum ada, Tentunya hal ini menimbulkan kekhawatiran dan kevakuman kewenangan. Sedangkan dengan dihapusnya kewenangan pengawas perikanan kabupaten/kota hal ini berdampak pada pemberdayaan SDM Pengawas Perikanan kabupaten/kota, dan juga anggaran KKP ke kabupaten/kota akan menggunakan dana dekonsentrasi kepada pemerintah provinsi.


Tulisan ini dapat juga dilihat di Website Data TPP Nasional http://urlke.com/1fe659
29 Mei 2015

Sherief Maronie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Kontrol (Kriminologi)

Teori Subculture (Kriminologi)

Peradaban Islam Masa Daulah Utsmani