Dakwaan Lemah, Vonis Ringan & Uang Penggantipun Nihil (Kasus Angie)

Ada 3 (tiga) berita yang cukup menarik perhatian saya kemarin, yaitu : Vonis hakim terhadap kasus suap Angelina Sondakh, munculnya Roy Suryo sebagai calon Menpora, dan tentunya konflik massa anta pendukung pasangan calon gubernur di Sulsel.

Tentunya yang paling menarik mengenai vonis hakim terhadap kasus suap Angelina Sondakh, yang banyak kalangan menganggap vonis ini terlalu ringan karena hanya divonis 4 tahun 5 bulan ditambah pidana denda Rp. 250.000.000,- subsider 6 bulan pidana kurungan (dalam artian jika terpidana tidak sanggup membayar pidana denda 1 bulan setelah vonis hakim maka diganti dengan pidana kurungan).

Untuk menganalisis vonis ini, tentunya terlebih dahulu kita harus melihat tuntutan apa yang diajukan oleh KPK dan apa saja yang terungkap dalam persidangan (judex facti). Berdasarkan penyidikan yang dilakukan oleh KPK, Angie telah merugikan negara sebesar Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dolar AS atau total Rp 32 miliar.

Dalam persidangan, Penuntut Umum mendakwa Angelina Sondakh dengan menggunakan Dakwaan Alternatif, (majelis hakim diperbolehkan memilih salah satu dakwaan yang dianggap paling tepat untuk dibuktikan). Dakwaan pertama memuat Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP (Inilah dakwaan terberat dengan tuntutan 12 tahun penjara dan pidana tambahan 32 M). Kedua, Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 5 Ayat 1 Huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 KUHP. Ketiga, Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Ketiga dakwaan yang diajukan ini semuanya mengenai suap menyuap, dakwaan pertama dan ketiga posisi terdakwa sebagai yang disuap, sedangkan dakwaan kedua alternative bilamana terdakwa yang melakukan penyuapan. Pasal 18 UU Tipikor mengenai pidana tambahan yaitu tentang uang pengganti, sedangkan juncto Pasal 64 KUHP mengenai perbuatan berlanjut (Delictum Continuatum).

Dakwan Kedua yang diajukan sangat tidak perlu untuk dianalisis, karena dakwaan ini hanya sebagai alternative saja bilamana fakta-fakta persidangan si terdakwa tidak terbukti disuap. Tetapi posisnya sebagai orang yang menyuap. Untuk Selanjutanya mari kita melihat isi dari pasal-pasal yang didakwakan kepada Angie.

Dakwaan Pertama

Pasal 12 UU Tipikor :

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dipidana (3) dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara Paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 419 huruf a KUHP

yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

Pasal 18 Huruf a dan b UU Tipikor

a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud barang tidak bergerak yang digunakan untuk yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pun harga dari barang yang menggantikan barang tersebut;

b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya dengan harta benda yang

diperoleh dari tindak pidana korupsi.

Dakwaan Ketiga

Pasal 11 UU Tipikor

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000.00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 418 KUHP

Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya., hahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya.

Vonis Hakim

Majelis hakim yang diketui oleh Sudjatmiko dalam pertimbangannya menyatakan mantan puteri Indonesia itu terbukti menerima uang sebesar Rp 2,5 milliar dan 1,2 juta dolar Amerika dari PT Group Permai atas kesanggupannya menggiring proyek di sejumlah Perguruan Tinggi. Jadi kasus Angelina Sondakh bukanlah Kasus Wisma Atlet, yang pernah dikatakan oleh Ketua KPK, tetapi kasus suap poyek untuk perguruan tinggi.

Uang tersebut kata Hakim merupakan fee 5 persen yang telah disepakati Anggie dengan Mindo Rosalina Manulang, manajer di perusahaan milik Nazaruddin itu. Uang tersebut diserahkan secara bertahap sebanyak 4 kali. Hakim juga menilai terdakwa terbukti telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai anggota DPR. Namun hakim juga menilai bahwa apa yang dilakukan terdakwa dalam kewenangannya sebagai anggota Badan Anggaran, tidak mungkin dia dapat menyetujui penganggaran proyek seorang diri, keputusan itu diambil Badan Anggaran DPR secara kolektif.

Berdasarkan fakta persidangan maka majelis hakim memvonis terdakwa 4 tahun 5 bulan ditambah pidana denda Rp. 250.000.000,- subsider 6 bulan pidana kurungan. Vonis ini tidak termasuk pidana tambahan uang pengganti dalam Pasal 18 UU Tipikor, karena majelis hakim dalam amar putusannya menilai bahwa uang yang diberikan kepada terdakwa bukanlah uang negara tetapi uang kas dari PT. Grup Permai.

Vonis ini menjadi menarik karena dua hal, pertama karena terdakwa divonis pasal 11 KUHP yang ancaman hukumannya lebih ringan, dan kedua tidak adanya uang pengganti.

Perbedaan Pasal 11 dan Pasal 12 UU Tipikor, terletak pada posisi terdakwa (yang disuap) apakah dia “aktif bergerak karena permintaan si penyuap” (Unsur : untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu) atau tidak untuk mengerakkan tujuan dari si Penyuap yang telah mempunyai niat untuk meminta kepada orang yang disuap, yaitu memuluskan menggiring proyek di sejumlah perguruan tinggi. Sedangkan pasal 11 UU Tipikor, posisi terdakwa “tidak aktif untuk bergerak karena permintaa si penyuap” tetapi ia sadari (terdakwa) uang yang diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

Berdasarkan penafsiran ini, maka dapat dismpulkan bahwa terdakwa aktif untuk bergerak karena permintaan si penyuap, meskipun realisasinya ada pada Banggar DPR yang putusannya bersifat kolektif. Tentunya dalam Banggar itu terdakwa telah melakukan upaya-upaya sesuai permintaan si penyuap, dan upaya ini tentunya melibatkan pula anggota DPR yang lain.

Bagaimana dengan Pasal 18 UU Tipikor mengenai uang pengganti ? dalam kasus ini majelis hakim menilai uang yang diberikan kepada terdakwa bukanlah uang negara, tapi uang dari kas PT Group Permai. Jadi tidak ada kerugian negara dalam kasus ini.

Tidak terpenuhinya Pasal 18 UU Tipikor merupakan logika sesat dari para majelis hakim, karena sangat jelas bahwa korupsi itu merupakan perbuatan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara. Tentunya dengan disupanya terdakwa sudah merupakan perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara.

Dengan vonis ringan ini sudah sangat jelas pemberantasan korupsi di negara kita masih kabur dan tidak menujukkan adanya upaya-upaya pengembalian uang negara dan memiskikan para koruptor. Dilihat dari awal dakwaan yang diajukan oleh KPK, terlihat sudah sangat lemah karena KPK hanya menjerat Angie dengan UU Tipikor tidak menggunakan UU Pencucian Uang, padahal sudah sangat jelas harta kekayaan Angie dari tahun ke tahun terus meningkat tidak sesuai dengan pendapatannya sebagai anggota DPR.

S. Maronie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Kontrol (Kriminologi)

Peradaban Islam Masa Daulah Utsmani

Teori Subculture (Kriminologi)