Teori Subculture (Kriminologi)

Pada dasarnya, teori sub-culture membahas dan menjelaskan bentuk kenakalan remaja serta perkembangan berbagai tipe gang . Sebagai social heritage, teori ini dimulai tahun 1950-an dengan bangkitnya perilaku konsumtif kelas menengah Amerika. Di bidang pendidikan, para kelas menengah mengharapkan pendidikan universitas bagi anak-anak mereka. Kemudian dalam bidang iptek, keberhasilan Uni Soviet mengorbitkan satelit pertamanya akhirnya berpengaruh besar dalam sistem pendidikan di AS. Di sisi lain, memunculkan urbanisasi yang membuat daerah pusat kota menjadi kacau balau dan hal ini merupakan problem perkotaan.

Sehingga, kenakalan adalah problem kelas bawah serta gang adalah bentuk paling nyata dari pelanggaran tersebut. Teori sub-culture sebenarnyadipengaruhi kondisi intelektual (intelectual heritage) aliran Chicago, konsep anomie Robert K. Merton dan Solomon Kobrin yang melakukan pengujian terhadap hubungan antara gang jalanan dengan laki-laki yang berasal dari komunitas kelas bawah (lower class).

Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa ada ikatan antara hierarki politis dan kejahatan teroganisir. Karena ikatan tersebut begitu kuat sehingga Kobrin mengacu kepada “Kelompok Pengontrol Tunggal” (single controlling group) yang melahirkan konsep komunitas integrasi.

Dalam kepustakaan kriminologi dikenal dua teori sub-culture, yaitu:

- TEORI DELINQUENT SUB-CULTURE

Teori ini dikemukakan Albert K. Cohen dalam bukunya delinquent boys (1955) yang berusaha memecahkan masalah bagaimana kenakalan sub-culture dimulai dengan menggabungkan perspektif teori Disorganisasi Sosial dari Shaw dan McKay, teori Differential Association dari

Edwin H.Sutherland dan teori Anomie Albert K. Cohen berusaha menjelaskan terjadinya peningkatan perilaku delinkuen di daerah kumuh (slum). Karena itu, konklusi dasarnya menyebutkan bahwa perilaku delinkuen di kalangan remaja, usia muda masyarakat kelas bawah, merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah yang mendominasi kultur Amerika.

Kondisi demikian mendorong adanya konflik budaya yang oleh Albert K. Cohen disebut sebagai Status Frustration. Akibatnya, timbul keterlibatan lebih lanjut anak-anak kelas bawah dan gang-gang dan berperilaku menyimpang yang bersifat “nonutilitarian, malicious andnegativistic (tidak berfaedah, dengki dan jahat)”.

Konsekuensi logis dari konteks diatas, karena tidak adanya kesempatan yang sama dalam mencari status sosial pada struktur sosial maka para remaja kelas bawah akan mengalami problem status di kalangan remaja. Akhirnya, Albert K.Cohen bersama James Short melakukan klasifikasi sub-sub budaya delinkuen, menjadi :

  1. A parent male sub-culture the negativistic sub culture originallyidentified to delinquent boys ;
  2. The conflict-oriented sub-culture the culture of a large gang thatengages in collective violence ;
  3. The drug addict sub-culture groups of youth whose lives revolvearound the purchase sale, use of narcotics ;
  4. Semi profesional theft-youths who engage in the theft or robberyof merchandise for the purpose of later sale and monetary gain ; and
  5. Middle-class sub-culture-delinquent group that rise, because of thepressures of living in middle-class environments

- TEORI DIFFERENTIAL OPPORTUNITY

Teori perbedaan kesempatan (differential opportunity) dikemukakan Richard A. Cloward dan Leyod E. Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity: a Theory of Delinquent Gang (1960) yangmembahas perilaku delinkuen kalangan remaja (gang) di Amerika dengan perspektif Shaw dan McKay serta Sutherland. Menurut Cloward, terdapat struktur kesempatan kedua yang tidak dibahas teori anomie Robert K. Merton yaitu adanya kesempatan tidak sah (the illegitimate opportunity structure).

Pada dasarnya, teori Differential Opportunity berorientasi dan membahas penyimpangan di wilayah perkotaan. Penyimpangan tersebut merupakan fungsi perbedaan kesempatan yang dimiliki anak-anak untuk mencapai tujuan legal maupun illegal. Untuk itu, Cloward dan Ohlin mengemukakan 3 (tiga) tipe gang kenakalan Sub-culture, yaitu :

  1. Criminal Sub-culture, bilamana masyarakat secara penuh berintegrasi, gang akan berlaku sebagai kelompok para remaja yang belajar dari orang dewasa. Aspek itu berkorelasi dengan organisasi kriminal. Kriminal sub-culture menekankan aktivitas yang menghasilkan keuntungan materi, uang atau harta benda dan berusaha menghindari penggunaan kekerasan.
  2. Retreatist Sub-culture, dimana remaja tidak memiliki struktur kesempatan dan lebih banyak melakukan perilaku menyimpang (mabuk-mabukan, penyalah gunaan narkoba dan lain sebagainya).
  3. Conflict Sub-culture, terdapat dalam suatu masyarakat yang tidak terintegrasi, sehingga suatu organisasi menjadi lemah. Gang sub-culture demikian ini cenderung memperlihatkan perilaku yang bebas. Ciri khas gang ini seperti adanya kekerasan, perampasan harta benda dan perlikau menyimpang lainnya.

Kerangka Teori Subculture

clip_image001

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Kontrol (Kriminologi)

Peradaban Islam Masa Daulah Utsmani