Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2014

Format Laporan Penelitian

Pada dasarnya, tujuan pokok laporan hasil penelitian aalah untuk mempertanggungjawabkan kegiatan penelitian yang telah dilakukan dan menyebarluaskan hasil penelitian kepada pihak lain. Oleh karena itu, laporan hasil penelitian perlu disusun secara jelas dan lengkap, serta mengikuti rambu-rambu yang berlaku, agar mudah diterima oleh pembaca dan penggunanya. Pengungkapan prosedur, proses dan sistematika, serta substansi hasil penelitian secara lengkap merupakan segi-segi yang penting dari suatu hasil penelitian. Sesungguhnya cara penyusunan laporan penelitian tidak berbeda dengan penyusunan karya ilmiah, karena penulisan laporan hasil penelitian pada hakikatnya juga merupakan bentuk karya ilmiah. Oleh karenanya dibuthkan ketelitian, kecermatan, dan kejelian dalam penyusunan kerangka, pengolahan data dan fakta, penggunaan teknik penulisan dan bahasa yang tepat. Pada garis besarnya setiap laporan penelitian atau karya ilmiah terdiri dari bagian utama yaitu : Pendahuluan ( introduction );

Tindak Pidana Perbankan

Kasus bobolnya Bank BNI dengan jumlah cukup spektakular yang kemudian disusul dengan “perampokan” Bank BRI . Kasus ini mempertebal kepercayaan kita akan rendahnya etika profesionalisme pengelola industri perbankan dan lemahnya system pengawasan bank terutama system pengawasan internal. Padahal etika profesionalisme sangat penting bagi pengelolaan bank karena pada dasarnya kekayaan yang dikelola oleh pengurus bank sebagian besar merupakan kekayaan masyarakat yang dipercayakan padanya. Pada tahun-tahun terakhir ini perbankan memang telah mengalami suatu ujian yang sangat berat terutama dalam profesionalisme kepengurusan bank. Sebenarnya hal tersebut tidak hanya terjadi pada industri perbankan Indonesia tetapi juga pada industri perbankan di luar negeri. Hal ini dapat dilihat dari besarnya kerugian yang diderita oleh bank multinasional yang disebabkan oleh pengurus bank. Disamping penipuan yang dilakukan oleh orang dalam perbankan, bentuk transaksi bank telah pula menyebabkan perbankan d

Penegakan Hukum Lingkungan Administrasi

Penegakan hukum lingkungan melalui sarana administrasi merupakan langkah pertama yang harus dilakukan untuk mencapai penataan peraturan. Ada kelebihan penegakan hukum lingkungan administrasi dibandingkan dengan penegakan hukum lainnya (perdata dan pidana), sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Santoso sebagai berikut : Penegakan hukum administrasi di bidang lingkungan hidup dapat dioptimalkan sebagai perangkat pencegahan ( preventive ); Penegakan hukum administrasi (yang bersifta pencegahan) dapat lebih efisien dari sudut pembiayannya dibandingkan penegakan hukum pidana dan perdata. Pembiayaan untuk penegakan hukum administrasi meliputi biaya pengawasan lapangan yang dilakukan secara rutin dan pengujian laboratorium, lebih murah dibandingkan upaya pengumpulan alat bukti, investigasi lapangan, memperkerjakan saksi ahli untuk membuktikan kausalitas dalam kasus pidana dan perdata; Penegakan hukum administrasi lebih memiliki kemampuan mengundang partisipasi masyarakat. Partisipasi masya

Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan

Penegakan hukum lingkungan kepidanaan tidak lain adalah penegakan terhadap ketentuan-ketentuan pidana dari hukum lingkungan. Substansi, wewenang kelembagaan, dan prosedur yang digunakan secara umum tunduk pada ketentuan hukum lingkungan kecuali jika hal itu belum diatur secara khusus. Dalam hal demikian, maka yang digunakan adalah ketentuan yang berlaku dalam hukum pidana pada umumnya, misalnya mengenai lembaga peradilan, personil, dan hukum acara yang berlaku. Ketentuan pidana di bidang hukum lingkungan secara umum diatur dalam Pasal 94-120 UUPPLH 2009. Selain itu, ketentuan pidana lingkungan juga diatur dalam peraturan perundang-undangan sector, seperti UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya (UU No. 5 Tahun 1990), UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketanaganukliran, UU No. 41 Tahun 1999 jo. UU No. 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan, UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 31

Penelitian Hukum Sosiologis

A. Karakterisitik Penelitian sosilogi hukum adalah penelitian berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Sedikit berbeda dengan penelitian normatif, dalam penelitian hukum sosiologis, penelitian hukum tidak dapat lagi menggunakan hanya dengan satu metode penelitian atau pendekatan saja. Penelitian sosiologi hukum membutuhkan kombinasi yang integral dalam pengambilan kesimpulan dari berbagai disiplin ilmu. Penelitian seperti ini biasa dikenal dengan penelitian multidisipliner atau penelitian interdisipliner atau penelitian transdisipliner. Untuk dapat membedakan dengan penelitian hukum normatif, berikut akan diuraikan karakteristik yang dimiliki pada penelitian hukum sosiologis: Seperti halnya pada penelitian hukum normatif yang hanya menggunakan data sekunder, penelitian hukum sosiologis juga menggunakan data sekunder sebagai data awalnya yang kemudian dilanjutkan dengan data primer.

Penelitian Hukum Normatif

A. Karakterisitik Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum seperti ini, acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan ( law in books ) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas. Untuk itu, karakteristik hukum normatif antara lain : 1. Sebagai sumber datanya hanyalah data sekunder, yang terdiir dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan tersier. a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari : Norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti hukm adat, dan yurisprudensi. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelaan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjel

Kesadaran & Kepatuhan Hukum

A. Latar Belakang Hukum yang dipandang sebagai salah satu aspek penting dalam masyarakat yang bertujuan merealisasikan terbentuknya sebuah masyarakat yang nyaman dan berkeadilan, terkadang oleh segelintir orang tidak diindahkan sebagaimana yang dimaksud di atas. Tidak jarang hukum itu dicederai, dilanggar bahkan dimanipulasi fungsinya oleh orang yang memang mempunyai kepentingan, atau orang yang masih menganggap tidak pentingnya sebuah hukum yang ada di masyarakat. Para pelaku-pelaku pelanggar ataupun pencedera hukum inilah yang dalam kajian sosiologi hukum dapat disebut sebagai orang-orang yang tidak sadar dan tidak patuh hukum. Apabila ditilik dari proses perkembangan hukum dalam sejarah terhadap hubungan dengan eksistensi dan peranan dari kesadaran hukum masyarakat ini dalam tubuh hukum positif, terdapat suatu proses pasang surut dalam bentangan waktu yang teramat panjang. Hukum masyarakat primitif, jelas merupakan hukum yang sangat berpengaruh, bahkan secara total merupkan penjel

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Keperdataan

Dalam Pasal 1 angka 25 UU PPLH 2009 dirumuskan sengketa lingkungan adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup. Dengan demikian yang menjadi subjek sengketa lingkungan adalah kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup. Mekanisme penyelesaian menurut Pasal 84 ayat (1) UU PPLH 2009 dapat dilakukan melalui jalur pengadilan (litigasi) atau jalur di luar pengadilan (non litigasi) atau yang lebih dikenal dengan penyelasaian sengketa alternative. A. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui Pengadilan Penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan dapat dilakukan melalui proses pengadilan umum dan pengadilan administrasi (TUN). Mekanisme pengadilan umum diatur dalam Pasal 87-92 UUPPLH 2009, sedangkan mekanisme pengadilan TUN diatur dalam Pasal 93 UU PPLH 2009 jo. UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN. Berpekara di pengadilan secara perdata bertujuan untuk menuntut

Hukum Lingkungan Keperdataan

A. Pengertian Hukum Lingkungan Keperdataan Hukum Lingkungan secara susbtansial memuat ketentuan yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak keperdataan seseorang, kelompok orang dan badan hukum perdata dalam kaitannya dengan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Jika hak-hak keperdataan ini dirugikan oleh salah satu pihak, misalnya karena terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan, maka dalam upaya perlindungan hukumnya digunakan sarana hukum lingkungan keperdataan. Hal ini diberikan dengan cara memberikan hak kepada penggugat untuk mengajukan gugatan ganti kerugian atau tindakan pemulihan lingkungan terhadap pencemar. B. Tanggung Gugat Lingkungan dan Beban Pembuktian Tanggung gugat lingkungan mengandung arti bahwa seseorang atau badan hukum perdata wajib bertangung gugat untuk membayar ganti rugi atau melakukan tindakan tertentu akibat perbuatan dan kerugian yang mereka lakukan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Untuk itu dalam konsep tanggung gugat lingkungan s